Senin, 29 Agustus 2011

askep diabetes melitus


KONSEP DASAR
DIABETES MELITUS


A.    PENGERTIAN  
Diabetus Melitus adalah sekelompok kelainan yang ditandai oleh peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia). Mungkin terdapat penurunan dalam kemampuan tubuh untuk berespon terhadap insulin dan atau penurunan atau tidak terdapat nya pembentukan insulin oleh pankreas (Branner dan Suddart 2000 : 109).
Diabetes Melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis temasuk heterogen dengan manifestasi serupa hilangnya toleransi karbohidrat (Sylvia, 1995 : 111).
Menurut WHO, diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemia kronis disebabkan faktor lingkungan dan keturunan secara bersama-sama dengan karakteristik hiperglikemia kronis, tak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol.

B.     ETIOLOGI
Etiologi DM bermacam-macam dapat dilihat dari berbagai lesi dengan jenis berbeda namun akhirnya akan mengarah ke insufisiensi insulin pada determinan genetik akan memegang peranan penting pada masyarakat penderita DM.
Diabetes Melitus tergantung insulin (DMII) adalah penyakit yang diturunkan secara genetik dengan gejala-gejala yang ditentukan secara genetik dengan gejala-gejala yang pada akhirnya menuju pada proses bertahap perasa imunologik sel-sel yang memproduksi insulin. Individu yang peka terhadap sel-sel beta yang akan mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin yang dirangsang oleh glukosa (Sylvia A. price hal : 111-112).
Insulin dependent DM (IDDM) atau DM tergantung insulin  (DMII) disebabkan oleh destruksi sel b pulau langerhans akibat proses autoimun. Sedangkan Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) atau DM tidak tergantung insulin (DMTII) disebabkan gejala relatif sel b dan resistansi insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel b tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya jika terjadi defisisensi relatif insulin ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnmya sekresi insulin pada rangsangan glukosa maupun pada rangsangan glukosa bersamaan dengan bahan perangsang sekresi insulin lainnya. Berarti sel b pankreas mengalami desensitasi terhadap glukosa.

C.    TANDA DAN GEJALA
Dari sudut pandang pasien DM sendiri hal yang sering menyebabkan pasien datang berobat dan kemudian didiagnosa sebagai DM dengan keluhan :
1.      Kelainan kulit : gatal-gatal, bisul
2.      Kelainan Genekologi : Keputihan
3.      Kesemutan, rasa gatal
4.      Kelemahan tubuh
5.      Luka atau bisul tidak sembuh-sembuh
6.      Infeksi saluran kemih
7.      Poliuri, polidipsi, polifagia
8.      Berat badan menurun
9.      Visus menurun
Menurut Brunner dan Suddart (19995 : 110-111), tanda dan gejala DM dapat dibagi menurut tipenya, yaitu :
1.      Diabetes Tipe I (IDDM)
a.       Hiperglikemi berpuasa
b.      Glukosuria, diuresis osmotik, Poliuria, polidipsi, dan polifagia
c.       Gejala-gejala lain termasuk keletihan dan kelemahan.
d.      Ketoasidosis diabetik (DAK) menyebabkan tanda-tanda dan gejala nyeri abdomen, mual-muntah, hiperventilasi nafas bau buah, jika tidak ditangani terjadi penurunan tingkat kesadaran, koma, kematian.
2.      Diabetes Tipe II (NIDDM)
a.       Lambat (selama 1 tahun), intoleransi glukosa progresif
b.      Gejala-gejala seringkali ringan dan dapat mencangkup keletihan, mudah tersinggung, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang sembuhnya lambat, inveksi vagina, atau penglihatan kabur (jika kadar glukosa sangat tinggi)
c.       Komplikasi jangka panjang jika diabetes tidak terdeteksi dalam waktu selama beberapa tahun (misal penyakit mata, Neuropati perifer, penyakit vasikuler perifer) yang mungkin telah terjadi sebelum diagnosa aktual di tetapkan.


D.    PATOFISIOLOGI
Menurut Brunner dan Suddarth(2001), patofisiologi DM yaitu:
1.      Diabetes Tipe I
Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiper-glikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia post prandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar : akibatnya, glukosa ter-sebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlabihan diekskresikan ke urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan pula. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuri) dan rasa haus (polidipsi).
Defisiensi insulin juga mengganggu metabolis -me protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan seera makan (Polifagi), akibat menurunnya simpanan kalori, gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.
2.      Diabetes Tipe II
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yaitu yang berhubungan dengan insulin, yaitu : resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi sel resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intra sel ini. Dengan demikian insuliin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini ter-jadi akibat sekresi insulin yang berlebihan, dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun untuk mengimbangi pe-ningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II.


E.     PATHWAY


















F.     KOMPLIKASI
Menurut Brunner dan Suddart (2000 : 112-113), komplikasi yang bisa terjadi pada penderita DM diantaranya :
1.      Mikroangiopati adalah gangguan mikrosikulasi pada tingkat kapiler.
2.      Neuropati yaitu persyarafan menjadi faal/ kesemutan dan nyeri yang sangat.
3.      Nefropaty yaitu pada ginjal terjadi dilatasi pelvis dan tubulus.
4.      Retinopaty yaitu sensori mata berkurang pendangan kabur sebab hiperglikemia.
5.      Makroangiopaty yaitu panyakit pada pembuluh darah besar ditandai dengan arteroskelosis komplikasi pada kardioveskuler.
Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM digolongkan sebagai akut dan kronis.
1.      Komplikasi akut
Terjadi akibat ketidak seimbangan jangka pendek dalam glukosa darah :
a.       Hiperglikemi
b.      Ketoasidosis diabetikam (OKA)
c.       Sindrom hiperglikemi hiperosmolar Non Ketotik (HHNK)
2.      Komplikasi Kronis
Umumnya terjadi 10-15 tahun setelah akut :
a.       Makrovaskuler (Penyakit pembuluh darah besar)
Mengenai sirkulasi koroner, vaskuler perifer dan vaskuler serebral.
b.      Mikrovaskuler (Penyakit pembuluh darah kecil)
Mengenai mata (retinopai) dan ginjal (Nepropaty) kontrol glukosa darah untuk memperlambat atau menunda aliran baik komplikasi mikrovaskuler maupun makroveskuler.
c.       Penyakit Neuropaty : Mengenai saraf sensorik motorik dan autoimun serta menunjang masalah seperti impotensi dan neuropaty pada kaki.

F.     PENATALAKSANAAN
Menurut Arief Mansjoer (2001 : 585), penatalaksanaan DM berdasarkan pada :
1.      Diet
Suatu diet yang tepat merupakan unsur fundamental dalam terapi semua pasien Diabetes Melitus pada :
a.       DM Tipe I
Diet kalori dihitung untuk mempertahankan berat ideal. Jadwal makanan perlu diatur agar asupan makanan sesuai insulin sarapan dimakan ½ - 1 jam sesudah dosisi insulin, pagi hari : kudapan karbohidrat diberikan 3 jam kemudian dan makan siang tidak lebih dari 5 jam setelah dosis pagi insulin, makan malam ½ - 1 ½ jam setelah injeksi kedua.
b.      DM Tipe II
Diet tidak lebih dari 600 k kal untuk pasien dengan kelebihan berat badan dengan diet 1400 kkal.
2.      Insulin
Diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup penderita IDDM Tipe I, juga dapat digunakan untuk mengobati beberapa  pasien NIDDM (tipe 2) yang tidak dapat mencapai kadar gula yang diharapkan.
Sediaan insulin memiliki kadar unit insulin yang berbeda dalam i milli. Volume insulin 100-41 atau insulin 100 unit. Merupakan ukuran kekuatan yang paling sering digunakan beberapa pasien yang memerlukan dosis yang sangat kecil memerlukan insulin 40-4 karena akan lebih mudah mengukur dosis kecil dengan mudah pada resistansi insulin. Suatu keadaan yang jarang dijumpai dimana kebutuhan insulin > 100 per unit maka dapat digunakan insulin 4 -500.
3.      Program latihan teratur
4.      Obat berkhasiat Hipoglikemi
Jika pasien telah melakukan pengaturan makanan dan kegiatan jasmani yang teratur tetapi kadar glukosa darahnya masih belum baik dipertimbangkan pemakaian obat hipoglikemia (oral)











ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN DIABETES MELITUS


A.    PENGKAJIAN
Pengkajian pada pasien dengan Diabetes Melitus sering ditemukan hal-hal berikut :
·         Polidipsi, polifagi dan poliuri
·         Mual dan muntah
·         Konstipasi atau diare
·         Nokturia
·         Kelemahan tubuh
·         Lelah dan mengantuk
·         Obesitas atau BB rendah/kurus
·         Kepala pusiang, hipotensi postural
·         Takikardi
·         Nyeri abdomen
·         Infeksi urinari/vaginitis
·         Infeksi kulit
·         Luka sulit sembuh
·         Kram otot
·         Kesemutan
·         Nafas dalam dan cepat (kusmaul)

B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Kurang volume cairan b.d diuresis osmotik (dari hiperglikemia)
2.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakcukupan insulin (penurunan ambilan dan penggunaan glukosa oleh jaringan mengakibatkan peningkatan metabolisme protein/lemak), mual dan muntah
3.      Resiko tinggi infeksi b.d penurunan fungsi leukosit, perubahan sirkulasi




C.    INTERVENSI
  1. Kurang volume cairan b.d diuresis osmotik (dari hiperglikemia)
Intervensi :
a.       Kaji tanda-tanda vital, catat adanya perubahan tekanan darah
Rasional :  Hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardi. Perkiraan berat ringannya hipovolemia dapat dibuat ketika tekanan darah sistolik pasien turun > 10 mmHg dari posisi berbaring ke posisi duduk/berdiri.
b.      Ukur berat badan tiap hari.
Rasional :  Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti.
c.       Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 liter/ hari.
Rasional :  Mempertahankan hidrasi/volume sirkulasi
d.      Kolaborasi dengan tim medis pemberian terapi cairan sesuai indikasi
Rasional :  Tipe dan jumlah dari cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan respons pasien secara individual
e.       Monitor intake dan output cairan, catat berat jenis urine
Rasional :  Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan keefektifan dari terapi yang diberikan.

  1. Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakcukupan insulin (penurunan ambilan dan penggunaan glukosa oleh jaringan mengakibatkan peningkatan metabolisme protein/lemak), mual dan muntah
Intervensi :
a.       Identifikasi makanan yang disukai/dikehendaki termasuk kebutuhan etnik/kultural
Rasional :  Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukan dalam perencanaan makan, kerja sama ini dapat diupayakan setelah pulang
b.      Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makan ini sesuai indikasi
Rasional :  Meningkatkan rasa keterlibatannya; memberikan informasi pada keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi pasien
c.       Kolaborasi dengan tim medis pemberian pengobatan insulin sesuai indikasi
Rasional :  Insulen reguler memiliki awitan cepat dan karenanya dengan cepat pula dapat membantu memindahkan glukosa ke dalam sel.
d.      Kolaborasi dengan ahli gizi pemberian diit pada pasien DM
Rasional :  Sangat bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diit untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien
e.       Timbang berat badan setiap hari
Rasional :  Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat.
  1. Resiko tinggi infeksi b.d penurunan fungsi leukosit, perubahan sirkulasi
Intervensi :
a.       Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan seperti demam, kemerahan, adanya pus pada luka, sputum purulen, urine warna keruh atau berkabut.
Rasional :  Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah mencetuskan keadaan ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi nosokomial.
b.      Pertahankan teknik aseptic pada prosedur inisiatif
Rasional :  Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi media terbaik bagi pertumbuhan kuman.
c.       Berikan perawatan kulit dengan teratur, masase daerah tulang yang tertekan, jaga kulit tetap kering, linen kering dan tetap kencang (tidak berkerut)
Rasional :  Sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan pasien pada peningkatan risiko terjadinya kerusakan pada kulit/iritasi kulit dan infeksi
d.      Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat antibiotik sesuai indikasi
Rasional :  Penanganan awal dapat membantu mencegah timbulnya sepsis
e.       Bantu pasien untuk melakukan higiene oral
Rasional :  Menurunkan resiko terjadinya penyakit mulut/gusi

D.    EVALUASI/HASIL YANG DIHARAPKAN
1.      Keseimbangan volume cairan tetap terjaga
2.      Intake dan output cairan dalam rentang normal
3.      Nutrisi pasien terpenuhi
4.      Mencerna jumlah kalori/nutrien yang tepat
5.      Tidak terjadi infeksi
6.      Turgor kulit terjaga


DAFTAR PUSTAKA


Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medical Bedah vol 2. Jakarta : EGC
Carpenito, Lynda Juall. 1997. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC
Doengoes, Marilyn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan ed 3 . Jakarta : EGC
Price, Sylvia a.1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit ed 4. Jakarta : EGC
Syaifuddin. 1997. Anatomi Fisiologi ntuk Siswa Perawat. Jakarta : EGC



Tidak ada komentar:

Posting Komentar